#BeliYangBaik: Label RSPO Pilihan Wanita Masa Kini

sumber:Greenpeace
"Ibu, Ibu, tahu ngga? katanya kabut asap itu karena lahan gambut yang terbakar lho, Bu," suatu sore Azka (10) berlari-lari menyambutku pulang kerja dan bersemangat bercerita tentang bencana kabut asap yang akhir-akhir ini melanda daerah Sumatera dan Kalimantan. 
"Hmmm...tahu dari mana Kakak Azka?" tanyaku, sambil melepaskan sepatu safety di rak sepatu.
"Aku menonton di TV, juga baca," jawabnya, "katanya lahan gambut itu untuk perkebunan kelapa sawit ya, Bu?"
Belakangan ini topik mengenai bencana kabut asap menjadi berita hangat di berbagai media. Bahkan sampai diberitakan memaksa presiden RI untuk mempercepat kunjungannya di Amerika Serikat.
"Sudah ada korban lho, Bu. Banyak warga yang mengeluh sesak nafas. Ada bayi yang meninggal. Kasihan lho Bu," Azka kembali bercerita.
"Orang Utan juga sudah diungsikan. Kenapa kebakaran hutan terjadi Bu?"
Hmmm...jawabannya susah juga. Masalah kebakaran hutan bukan hanya kali ini saja terjadi. Tahun 1997 pernah terjadi kebakaran hebat, melalap 4,5 hektar lahan. Setelah lebih dari 17 tahun sesudahnya, persoalan kebakaran hutan masih menjadi PR nasional. 2014, Presiden SBY membentuk tim khusus untuk investigasi permasalahan ini. Hasil investigasi diteruskan ke daerah untuk ditindaklanjuti. Hanya saja belum cukup efektif memberikan efek jera bagi pelaku pembukaan lahan ilegal. Tahun 2015 kembali terulang, diduga lebih parah dari kebakaran hutan 1997.
WALHI merilis data, bahwa mayoritas titik api ada di dalam konsesi, 5.669 titik api di Hutan Tanaman Industri (HTI) dan 9.168 titik api di perkebunan sawit. Data ini merupakan hasil analisis kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan 10 orang tewas akibat bencana ini baik langsung maupun tidak langsung. Sebanyak 503.874 jiwa menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di 6 provinsi pada periode Juli - Oktober 2015. Dan bukan hanya manusia yang terpapar dampak buruk kebakaran hutan dan kabut asap ini, tetapi habitat dan hewan yang bernaung di dalamnya. Baru-baru ini, National Geographic juga meliris berita penyelamatan 4 orang utan dan 1 beruang madu oleh Borneo Orang Utan Survival Foundation. Hewan yang dilindungi ini, diperkirakan tersesat memasuki pemukiman penduduk saat melarikan diri dari kepungan api dan asap. Sungguh mahal harga satu tarikan nafas udara segar.
Sampai detik ini masih simpang siur, siapa sebetulnya yang bertanggung jawab sebagai penyebab kebakaran hutan dan kabut asap ini. Disinyalir adanya konspirasi rumit yang melibatkan banyak pihak. Tidak sedikit sumber berita yang menyebutkan bahwa hutan dan lahan sengaja dibakar, terutama lahan gambut untuk perluasan area penanaman kelapa sawit. Jadi teringat cerita seorang teman di daerah Riau, ketika ada lahan milik salah satu perusahaan besar kelapa sawit terbakar hebat, pihak perusahaan hanya menjawab: biarkan saja, ketika diberitahu bahwa lahannya terbakar. Sepertinya hati nurani sudah membeku ketika berhadapan dengan keuntungan bisnis yang menggiurkan.
"Oh, jadi sengaja dibakar ya Bu, lahan gambutnya?" tanya Azka polos.
"Baru dugaan, sayang."
"Kenapa kita perlu kelapa sawit, Bu?"
Hmmm...mengapa sawit diburu sampai rela membakar hutan dan lahan?
Tanpa kita sadari ternyata banyak produk yang kita gunakan sehari-hari mengandung sawit (palm oil). Bukan hanya minyak goreng yang kita gunakan untuk menumis sayuran, tapi juga sabun sampai es krim juga mengandung sawit. Hampir 50% produk yang berada di supermarket mengandung sawit. Sawit mempunyai karakteristik yang unik, seperti mempunyai sifat pengawet alami, sehingga diperlukan untuk memproduksi produk-produk di atas. Begitu besarnya peran sawit dalam kehidupan kita ya.
Hal ini, membuat kita sulit untuk beralih dari sawit, di samping juga perkebunan kelapa sawit telah menjadi mata pencaharian bagi banyak petani sawit di Indonesia. Di lain sisi, keuntungan ekonomi ini, dapat menimbulkan dampak luas dengan berkurangnya hutan akibat pembukaan lahan yang masif untuk mencapai target 40 juta ton crude palm oil (CPO). Contoh nyata adalah kebakaran hutan tahun 2015, yang disebut-sebut sebagai the biggest man crime di abad ke 21 ini. Bagaimana tidak? Indeks pencemaran udara di beberapa kota di Indonesia, jauh melebihi batas normal, bahkan telah melampau batas indeks udara berbahaya (300-500). Palangkaraya, dinyatakan sebagai kota dengan indeks pencemaran tertinggi, sempat menyentuh kisaran 2.000, yang berarti 4x lipat dari indeks berbahaya.
Label RSPO
"Berarti kalau aku suka beli es krim, aku jadi penyebab kabut asap? Jadi kita ngga boleh pakai sawit, Bu?"
"Tidak bisa begitu juga Kak Azka. Kalau kita beralih ke jenis minyak lain, lama-lama akan timbul masalah, karena untuk memproduksi minyak tersebut membutuhkan lahan lebih luas."
"Jadi bagaimana dong, Bu?"
"Semua pihak harus sinergi, pemerintah, pengusaha, organisasi lingkungan hidup, dan orang yang paling berpengaruh di bumi, yaitu kita."
source:greenpackinggroup.com
"Bagaimana membantu melawan kebakaran hutan dan kabut asap? Lihat api saja, aku takut."
"Sebagai konsumen, banyak yang dapat kita lakukan, dari mulai menyuarakan opini kita, juga melalui pemilihan produk-produk yang kita gunakan sehari-hari. Beli yang baik."
"Beli yang baik?"
"Beli produk berlabel RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil), untuk produk yang menggunakan kelapa sawit, seperti minyak goreng, margarine, sabun; atau yang mempunyai label FSC (Forest Stewardship Council), untuk produk seperti kertas, buku, tisu; dan produk olahan laut yang ramah lingkungan."
"Oh, jadi waktu belanja itu, Ibu lama pegang minyak goreng karena mencari label RSPO ya Bu?"
"Iya betul! Ibu lihat-lihat label RSPO atau FCS nya. Ternyata baru sedikit yang ada labelnya. Oleh karena itu, sebagai konsumen yang berpengaruh kita bisa mulai dengan 3 langkah sederhana, yaitu: mengenal, artinya kita harus mencari tahu serta paham latar belakang produk sebelum mengkonsumsinya; selanjutnya meminta kepada penjual untuk menyediakan produk ramah lingkungan dan berkelanjutan; dan yang ketiga, mengajak lebih banyak orang untuk menerapkan gaya hidup hijau dalam kesehariannya."
"Kalau belanja, aku bantu cari yang berlabel RSPO atau FSC ya. Oya, aku juga mau bilang sama Emak, kalau bikin gorengan, pakai minyak goreng RSPO." Aku mengangguk, menyetujui ucapannya.
"Kalau kita beli yang baik, artinya kita sudah membantu melawan kabut asap, Bu? Kita sudah bantu Orang Utan supaya rumahnya tidak rusak kan, Bu? Kita juga membantu para petani sawit, kan Bu?"
"Iya, betul sekali. Beli yang baik, karena kita adalah orang yang paling berpengaruh di bumi. Yuk, kita tonton bareng video singkat ini," ajakku menutup pembicaraan.
Who's The Most Influential Person In The World?



1 komentar:

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan