Karena Yakin Setiap Bunda Menginginkan Tumbuh Kembang si Kecil Maksimal


Tahukan Bunda, akibat kurangnya Zat Besi pada si Kecil bisa berakibat pada tumbuh kembangnya kurang maksimal?

 

Dan tahukah Bunda, kekurangan Zat Besi tersebut salah satunya disebabkan karena si Kecil alergi atau tidak cocok terhadap protein susu sapi?

 

Kok bisa? Apa hubungannya antara alergi terhadap protein susu sapi dengan kurangnya kandungan Zat Besi di tubuh si Kecil? 

 

Nah, minggu lalu, tepatnya tanggal 31 Maret 2021, dalam rangka Pekan Alergi Dunia, permasalahan di atas dibahas dalam Webinar yang bertemakan pentingnya kombinasi unik Zat Besi dan Vitamin C untuk dukung si Kecil yang tidak cocok susu sapi untuk tetap tumbuh maksimal. Webinar ini menghadirkan para pakar di bidangnya, yaitu Prof. DR. Dr. Saptawati Bardosono - pakar gizi medik, juga Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes. - konsultan alergi dan imunologi anak.

 

Materi pertama webinar dipresentasikan oleh Prof. DR. Dr. Saptawati Bardosono, atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Prof. Tati, seputar pentingnya pemenuhan Zat Besi, akibat defisiensi Zat Besi, dampak terhadap tumbuh kembang anak serta tata laksana untuk mengoptimalkan penyerapan Zat Besi

 

Di awal materi, Prof. Tati menyampaikan data riset 2018 bahwa 1 dari 3 anak Indonesia yang berusia dibawah 5 tahun mengalami anemia, serta 50-60% kasus anemia disebabkan akibat defisiensi Zat Besi. Terlebih lagi, pada masa COVID-19, kecenderungan untuk terjadinya kekurangan Zat Besi semakin terlihat. Menurut Prof. Tati, penelitian yang dilakukan di akhir September 2020 di sebuah kawasan di daerah Jakarta Timur, hampir 50% balita mengalami kurangnya asupan Zat Besi, dan lebih dari 40% mengalami anemia. Kontribusi anemia ini sendiri telah ditelaah dikarenakan mereka tidak mengkonsumsi susu sapi.

 

Lebih lanjut, Prof. Tati menyampaikan bahwa Zat Besi berperan penting dalam mendukung perkembangan otak dan pertumbuhan fisik anak. Zat Besi ini berperan penting dalam pembentukan selaput syaraf (myelinisasi) yang nantinya akan membantu proses penerimaan informasi ke otak si Kecil. Sehingga jika pembentukannya sempurna, tentunya informasi tersebut dapat diterima dan diolah oleh si Kecil secara efisien, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan proses belajarnya. Zat Besi berada dalam bentuk hemoglobin di dalam sel-sel darah merah yang mengalir dalam darah, dan berperan dalam membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh, agar tubuh dapat berfungsi optimal sehingga dapat mendukung proses tumbuh kembang anak, untuk mereka siap untuk melakukan eksplorasi serta melakukan pembelajaran. 

 

Nah, bagaimana jika si Kecil mengalami defisiensi Zat Besi? Menurut Prof, Tati, gejala yang ditimbulkan karena kurangnya Zat Besi pada si Kecil dapat berupa gejala ringan hingga gejala berat. Gejala ringan meliputi kondisi seperti si Kecil mudah lelah atau kalau bahasanya Azka “lemot (a.k.a lemah otak)”, yang mengakibatkan si Kecil sulit menerima instruksi dengan baik, atau juga mengalami gangguan kognitif dan tidak bertenaga yang mengakibatkan si Kecil malas bermain atau bergerak untuk tumbuh kembangnya. Sedangkan gejala berat meliputi anak tidak nafsu makan yang mana hal ini dapat memperparah kondisi defisiensi Zat Besinya, mengalami gangguan makan pica yaitu kondisi dimana anak senang mengkonsumsi benda-benda bukan makanan ataupun makanan yang mempunyai nilai gizi rendah seperti sering mengunyah es batu, dan jika kondisi defisiensi zat beri terus berlanjut maka akan timbul anemia. Dan dikhawatirkan dalam jangka panjang, dampaknya akan berpengaruh terhadap rendahnya prestasi akademik si Kecil, dapat menimbulkan gangguan permanen pada motorik dan sensoriknya (gerak dan rasa), serta menurunkan imunitas si Kecil sehingga mereka gampang terserang penyakit, dan dengan demikian secara otomatis tumbuh kembangnya pun akan mengalami hambatan karena oksigen di sel-sel tubuhnya berkurang.

 

Mengoptimalkan Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi si Kecil

 

Setelah mengetahui pentingnya Zat Besi bagi tumbuh kembang si Kecil, bagaimana cara Bunda dapat mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan Zat Besi si Kecil melalui nutrisi lengkap dan seimbang yang tinggi kandungan Zat Besi?

 

Pada webinar ini, Prof. Tati berbagi tips bermanfaat melalui 3 upaya untuk mendukung kebutuhan Zat Besi si Kecil. Apa saja itu?

 

1. Mengetahui angka kecukupan Zat Besi

Sebagai Bunda yang peduli, kita harus mengetahui berapa angka kecukupan Zat Besi yang tepat untuk si Kecil. Menurut data, untuk anak usia 1-3 tahun, kebutuhan Zat Besinya sekitar 7 miligram, sedangkan anak usia 3-5 tahun diperlukan sekitar 10 miligram.

 

2. Mengetahui & memilih bahan makanan dengan kandungan Zat Besi tinggi

Kenapa harus mengetahui ini? Ternyata walaupun sama-sama mengandung Zat Besi, ada yang mudah diserap ada pula yang kurang mudah diserap saluran cerna. Jadi makanan yang mengandung Zat Besi dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok HEME dan non-HEME. Kelompok yang disebut pertama yaitu kelompok makanan yang Zat Besinya mudah diserap, dan jenis yang masuk dalam kelompok ini adalah kebanyakan berasal dari sumber hewani seperti daging, ikan, hati, seafood, dan lainnya. Adapun kelompok non-HEME merupakan kebalikannya, yaitu yang kurang dapat diserap oleh saluran pencernaan, dan kebanyakan berasal dari sumber nabati seperti sayur, buah, nasi, kacang-kacangan dan susu yang difortifikasi dengan Zat Besi ataupun susu kedelai.


 

3. Mengetahui & memahami senyawa penghambat & pendorong penyerapan Zat Besi.

 

“Makan tidak dianjurkan dengan minum teh.”

 

Bunda perlu juga mengetahui senyawa-senyawa yang dapat menghambat ataupun membantu penyerapan Zat Besi di saluran pencernaan, walaupun di awal telah disebutkan bahwa kelompok HEME lebih mudah penyerapannya. Senyawa phytates yang banyak terkandung dalam serealia (seperti gandum dan sereal) dan polyphenol (sayuran dan herbal) dapat menghambat penyerapan Zat Besi secara optimal di saluran cerna. Oleh sebab itulah mengapa misalnya minum teh tidak dianjurkan dengan makan. Selain teh, makanan yang dapat menghambat penyerapan Zat Besi diantaranya kopi, coklat, dan beberapa bumbu seperti oregano serta kalsium terutama yang terkandung dalam susu atau produk susu. Sama seperti halnya teh, tidak dianjurkan langsung minum susu setelah makan, karena kalsium susu dapat menghambat penyerapan Zat Besi yak.

 

Sementara itu, Vitamin C justru telah terbukti dapat meningkatkan penyerapan Zat Besi.

 

“Vitamin C mereduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+.

 

Mekanisme peningkatan penyerapan Zat Besi oleh Vitamin C telah dipelajari para ahli. Zat Besi masuk ke dalam tubuh dalam bentuk ion Fe3+ (ferro) yang sulit diserap oleh saluran cerna. Supaya dapat mudah dicerna, ion ferro di dalam tubuh mengalami reduksi menjadi ion Fe2+ (ferri), bentuk yang mudah diserap tubuh. Nah, proses reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ inilah yang melibatkan Vitamin C.

Tetapi perlu diingat, Bunda, kombinasi unik yang optimum dari Vitamin C dan Zat Besi ini ada aturannya, yaitu 2:1 dalam perbandingan Molar, atau sekitar 20 mg Vitamin C dan 3 mg Zat Besi. Berdasarkan penelitian, dengan perbandingan molar ini, penyerapan Zat Besi dapat mencapai 2x lipat. Adapun untuk konsumsi susu berbasis soya, perbandingan Molar yang disarankan para ahli adalah 4:1. Perbandingan yang tepat antara Zat Besi dan Vitamin C akan mengoptimalkan tumbuh kembang si Kecil.

 


Terus, bagaimana jika si Kecil mempunyai sensitifitas terhadap protein susu sapi? Benarkah si Kecil yang tidak cocok susu sapi mempunyai risiko lebih besar terhadap kekurangan Zat Besi? Nah, menurut Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr. SpA(K), M.Kes., Bunda tidak perlu khawatir, karena dengan penanganan yang tepat, si Kecil yang mempunyai bakat alergi tetap dapat bertumbuh kembang secara normal dan optimal.

 

Bakat Alergi Meningkatkan Risiko Kekurangan Zat Besi

 

Ini bagian materi webinar yang saya tunggu, mengenai alergi pada anak serta risiko terhadap tumbuh kembangnya. Anak saya, Azka, dari kecil mengalami alergi terhadap beberapa makanan dan minuman, seafood dan udara dingin. Walaupun sekarang Azka sudah menginjak dewasa, tetap saja saya merasa khawatir karena sampai sekarang dalam kondisi tertentu alerginya masih suka kambuh. Saya khawatir untuk melepaskan Azka sendiri, misalkan untuk mondok di asrama putri di sekolahnya, karena khawatir jika alergi asmanya kumat, terutama dalam kondisi pandemik COVID-19 ini.

 

Nah, mengenai alergi sendiri, konsultan alergi dan imunologi Anak, Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr. SpA(K), M.Kes. mengatakan bahwa risiko defisiensi Zat Besi akan meningkat pada si Kecil yang mengalami alergi protein susu sapi. Lebih lanjut Prof. Budi menyebutkan bahwa berdasarkan data World Allergic Organization (WAO), 30-40% penduduk dunia akan mengalami alergi, dan 450 juta orang di dunia menderita alergi makanan, yang salah satunya adalah alergi terhadap susu sapi atau tidak cocok protein susu sapi yang merupakan penyebab terbesar kedua setelah telur. Alergi protein susu sapi sendiri merupakan kondisi dimana si Kecil mengalami hipersensitifitas, sistem imun-nya merespon secara berlebihan terhadap protein susu sapi dimana sebetulnya hal ini tidak bermasalah bagi sebagian yang lain.

 


Prof. Budi juga mewanti-wanti bahwa prevalensi kejadian alergi pada si Kecil semakin meningkat, sehingga sebagai orang tua kita harus waspada, karena jika terlambat penanganannya dapat merugikan tumbuh kembang si Kecil. Terjadinya kasus alergi ini, lebih sering terjadi pada anak yang mempunyai bakat (atopi), yaitu bakat alergi pada si Kecil yang diturunkan dari salah satu atau kedua orang tuanya. Kita harus mengenali sedini mungkin sehingga gejala alerginya tidak muncul, atau jika sudah terlanjur muncul, kita harus mengenalinya juga dan segera dikonsultasikan ke dokter ahli alergi.

 

“Azka mempunyai bakat alergi yang diturunkan dari orang tua.”

 

Hmm, jadi teringat sewaktu dulu Azka bayi, saya baru tahu Azka mengalami alergi saat pagi-pagi bangun tidur, mukanya sudah bengkak merah, hingga matanya sipit tidak terlihat saking bengkaknya. Setelah saya ingat-ingat waktu itu, kemarinnya saya ada makan seafood, dan kemungkinan Azka terpapar allergen-nya dari ASI yang diminumnya. Setelah diwawancara oleh dokter, ternyata ayahnya mempunyai alergi juga yang selama ini tidak disadarinya, seperti jika udara dingin sering bersin, ataupun gatal di kaki jika sedang banyak pikiran. Jadi memang, bakat alergi itu diturunkan dari orang tua. Jika salah satu orang tua mempunyai alergi, maka risikonya sekitar 40% untuk muncul alergi di kemudian hari pada si Kecil, sedangkan jika kedua orang tuanya mempunyai alergi, risiko meningkat menjadi 60%, bahkan dapat mencapai 80% jika kedua orang tuanya mempunyai jenis alergi yang sama. Prof. Budi menjelaskan, bahwa risiko timbulnya alergi pada anak jika ada riwayat alergi di dalam keluarga, yaitu dari ibu, ayah dan saudara kandung, bukan dari kakek, nenek, tante dan omnya. Jadi Bunda sudah bisa mulai waspada, jika Bunda ataupun Ayah si Kecil mempunyai alergi.

 


Prof. Budi melanjutkan, jika alergi ini dapat menimbulkan dampak merugikan yang bisa terhadap kesehatan, ekonomi, psikologi, dan yang paling penting adalah dampak gangguan tumbuh kembang si Kecil. Risiko terhadap kesehatan dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif di kemudian hari seperti darah tinggi, jantung, dan lainnya. Sedangkan dari faktor ekonomi, alergi dapat meningkatkan biaya pengobatan, dan secara psikologi bisa menimbulkan stress. Hmmm, betul juga sih. Ketika alerginya kambuh, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi jika kambuhnya tengah malam, panik mencari rumah sakit atau klinik yang masih buka. Belum lagi akibat psikologis yang ditimbulkan, seperti setiap kali melihat Azka kambuh alergi asmanya, stress saya meningkat.

 

Kenapa alergi protein susu sapi bisa terjadi gangguan tumbuh kembang si kecil?

 

Seperti halnya Azka yang alergi terhadap beberapa makanan, menyebabkan pilihan untuk mencukupi kecukupan gizi dari makanan akan semakin terbatas. Hal ini menyebabkan anak yang mempunyai alergi dapat terjadi kekurangan gizi atau malnutrisi yang dapat menghambat tumbuh kembangnya. Menurut Prof. Budi, pada anak alergi makanan yang dapat menyebabkan pemicu alerginya akan dieliminasi, kebutuhan dietnya meningkat, sehingga terkadang akan menyebabkan gangguan susah makan. Lebih parah lagi jika alerginya bukan hanya satu atau dua makanan, nutrisi penting ataupun zat-zat yang penting dan diperlukan untuk pertumbuhannya menjadi tidak mencukupi.

 

Gejala alergi yang bisa muncul mulai dari gejala yang ringan hingga berat. Baik untuk yang gejala ringan maupun berat, hampir sama, yaitu mengalami anemi defisiensi Zat Besi. Nah, ini akan diperparah jika si Kecil mempunyai alergi terhadap protein susu sapi. Hal ini dapat terjadi salah satunya disebabkan karena asupan yang tidak mencukupi karena adanya pembatasan dari makanan yang menyebabkan alerginya. Berdasarkan data penelitian, pada anak alergi, asupan Zat Besi, Kalsium, Fosfor dan Vitamin C lebih rendah karena adanya pembatasan makanan tersebut dibandingkan tanpa pembatasan makanan.

 

Gejala alergi bisa muncul di tempat yang berbeda untuk setiap anak, misal di saluran pencernaan (diare, muntah), pada saluran pernafasan (batuk, bersin, pilek, mata berair, asma), atau pada kulit (gatal, ruam merah, bengkak pada mata). Jika alergi si Kecil muncul pada saluran pencernaan, dapat menimbulkan peradangan atau inflamasi pada saluran cerna yang dapat menyebabkan si Kecil diare atau tinja berdarah. Akibat adanya tinja berdarah ini, asupan Zat Besi si Kecil juga menjadi berkurang. Penyerapan Zat Besi ataupun nutrisi lainnya menjadi terhambat disebabkan peradangan ini, yang pada ujungnya dapat mengganggu tumbuh kembang si Kecil.

 

Strategi penanganan anak alergi protein susu sapi

 

Lebih lanjut, Prof. Budi menjelaskan mengenai strategi penanganan si Kecil yang alergi terhadap protein susu sapi supaya asupan Zat Besi dan nutrisi lainnya mencukupi untuk mendukung tumbuh kembangnya. Salah satu strateginya adalah pembatasan allergen sehingga gejala alerginya tidak muncul, sampai muncul toleransi terhadap allergen tersebut. Selain itu, perlu diberikan nutrisi tambahan atau suplemen Zat Besi dengan dosis yang tepat, sesuai dengan kebutuhan si Kecil. 

 

Prof. Budi juga mengingatkan pentingnya peran orang tua yang harus tanggap terhadap alergi si Kecil dengan menerapkan gerakan 3K+, yaitu:

Kenali: mengenali sedini mungkin, apakah si kecil punya bakat alergi berdasarkan riwayat dalam keluarga, supaya cepat dilakukan pencegahan dan tidak muncul gejala alerginya. Kalau sudah muncul perlu dikenali juga apakah itu alergi atau bukan.

Konsulasi: untuk memastikan betul tidak itu gejala alergi, perlu dikonsultasikan dengan dokter ahli, supaya dokter dapat membantu menentukan pemicu alerginya, sehingga tata laksana penangannya optimal
Kendalikan: setelah mengetahui sumber allergen-nya, harus dikendalikan zat-zat tersebut dengan cara dihindari.
Kembangkan: kembangkan kelebihan serta potensi si Kecil untuk tumbuh kembang yang optimal.


Jika gejala alergi si Kecil terlanjur muncul, dokter nantinya akan memberikan obat-obatan yang sesuai dengan gejala yang muncul. Tetapi yang terpenting, jika si Kecil mengalami hipersensitif terhadap protein susu sapi, maka yang terpenting adalah harus menghindari protein susu sapi beserta produk turunannya. Prof. Budi juga menyebutkan bahwa nutrisi pilihan yang paling pertama adalah ASI, tetapi harus diingat bahwa bundanya pun harus pantang mengkonsumsi susu sapi dan produk-produk turunannya.

 

Bagaimana jika si anak tidak beruntung mendapatkan ASI karena sesuatu dan lain hal? Prof. Budi menyarankan untuk menggantinya dengan formula asam amino untuk gejala alergi berat, atau formula hidroekstensif untuk gejala alergi ringan hingga sedang. Tetapi jika terkendala dengan ketersediaannya juga masalah budget, alternatif pilihan lainnya adalah susu kedelai atau soya, atau formula dengan isolat protein susu kedelai atas diagnosa dan rekomendasi dokter.

 

“Hoax: susu soya menimbulkan gangguan reproduksi apa anak lelaki.”

 

Prof. Budi juga menerangkan bahwa Bunda tidak perlu khawatir dengan penggunaan susu soya, si Kecil dapat tetap tumbuh optimal dengan soya. Jika selama ini ada mitos yang beredar di masyarakat bahwa dengan mengkonsumsi susu kedelai dapat berpengaruh pada fungsi reproduksi anak lelaki sehingga menjadi lebih gemulai, hal itu tidaklah benar. Berdasarkan hasil meta analisis yang dilakukan Kneepkens, tidak terbukti bahwa susu soya dapat menimbulkan efek negatif terhadap fungsi reproduksi dan endokrin, serta sistem imun dan kognitifnya. Hasil penelitian tersebut, menurut Prof. Budi, menunjukkan tidak terdapat perbedaan kognitif ataupun aspek bahasa antara yang anak diberi protein susu soya dengan susu sapi. Penelitian oleh Prof. Budi pada rentang waktu 2018-2019, terhadap 39 orang anak yang alergi susu sapi, menunjukkan pemberian formula isolat protein soya dapat mendukung pertumbuhan normal anak sesuai dengan grafik pertumbuhan WHO.

 

Apakah anak yang alergi terhadap protein susu sapi dapat sembuh? Ternyata 45-55% anak dapat sembuh pada tahun pertama, 60-75% dapat sembuh pada tahun kedua, dan 90% sembuh pada tahun ketiga, bahkan pada tahun ke-5 hampir 100% anak alergi sembuh, tidak alergi lagi terhadap susu sapi.

 

Tata laksana nutrisi penting merupakan faktor penting yang mendukung penanganan alergi susu sapi selain yang utamanya adalah penghindaran protein susu sapi dan produk-produk turunannya. Diperlukan juga asupan mikro dan makro nutrien yang sesuai termasuk Zat Besi, karena risiko defisiensi Zat Besi pada anak yang alergi susu sapi lebih tinggi daripada anak yang tidak alergi.

 

Dalam kesempatan webinar ini juga Senior Brand Manager SGM Explore Soya Pro-gress Maxx, Anggi Morika Septie menginformasikan seputar initiatif-initiatif berkelanjutan yang dilakukan oleh Sari Husada Generasi Mahardhika dalam rangka membantu para Bunda membantu si Kecil yang tidak cocok susu sapi untuk tumbuh kembang maksimal. Dalam kesempatan ini pula, dalam rangka mewujudkan komitmen untuk mendukung tumbuh kembang anak generasi maju, PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada) meluncurkan inovasi baru bantu memenuhi kebutuhan Zat Besi, Vitamin C dan nutrisi penting lainnya untuk si Kecil berusia di atas 1 tahun yang tidak cocok susu sapi. SGM Explore Soya Pro-gress Maxx menghadirkan kombinasi unik Zat Besi dan Vitamin C, IronC, Isolat Protein Soya berkualitas serta Minyak Ikan dan Omega 3 & 6 untuk penyerapan nutrisi penting secara optimal.                           

                                                                       

Anggie juga mengatakan bahwa Sarihusada melakukan intisiatif berkelanjutan untuk mendukung pada Bunda supaya tanggap mengatasi gejala tidak cocok susu sapi pada si Kecil, karena ternyata banyak di antara Bunda yang khawatir kalau tidak cocok susu sapi, tumbuh kembang si Kecil bisa maksimal. Sarihusada ingin mendukung para Bunda untuk punya percaya diri dan keyakinan si Kecil dapat tumbuh maksimal walaupun mereka mempunyai gejala-gejala tidak cocok susu sapi tersebut. Menurut Anggie, ada 3 kegiatan utama dalam mendukung para Bunda di seluruh Indonesia, meliputi:

 

1.   Edukasi 3K+

Edukasi 3K+ ini menyempurnakan gerakan 3K (Kenali, Konsultasikan & Kendalikan) yang telah ada saat ini. K yang ke-4 - “Kembangkan” - yaitu mengembangkan potensi prestasi si Kecil sehingga tumbuh kembangnya bisa maksimal.

2.   Website Alergi Anak

Sarihusada terus melengkapi fitur-fitur websitenya supaya lebih lengkap dan memudahkan para Bunda untuk mengakses informasi seputar alergi anak dan penangannya. Fitur digital saat ini telah dilengkapi hingga cocok dengan trend perkembangan saat ini. Melalui website tersebut, kalian bisa cek di www.generasimaju.co.id/festival-soya, telah disisipkan gerakan 3K+. Di sini Para Bunda bisa mengecek risiko alergi si Kecil dan status kecukupan Zat Besinya melalui fitur Allergy-Iron Check Tools. Bunda juga bisa mengakses berbagai jenis artikel, juga melakukan konsultasi online, hingga ke kreasi resep sehat, termasuk tips stimulasi untuk tumbuh kembang si Kecil yang maksimal.

3.    Festival Soya Generasi maju

Khusus dalam rangka menyambut Pekan Alergi Dunia, Sarihusada meluncurkan program Festival Soya Generasi Maju, dari mulai tanggal 23 Maret – 3 April 2021, yaitu serangkaian kegiatan intensif seperti program tanya Dokter langsung, IG Live, Kulwhap (Kuliah Whatsapp) yang bertujuan untuk semakin mempermudah Bunda berkonsultasi terkait dengan kondisi si Kecil yang tidak cocok susu sapi. Nah, pada Festival Soya Generasi Maju tersebut juga ada kegiatan Sharing Session Bunda Selebrities, dimana mereka berbagi pengalaman mengenai tips dalam mendorong si Kecilnya untuk tumbuh kembang secara maksimal. Ada tuga tips untuk stimulasi oleh psikolog anak dan keluarga. Selain itu, ada program kolaborasi dengan Chef Selebrities yang berbagi kreasi resep sehat dengan bahan-bahan yang aman untuk si Kecil yang alergi susu sapi dengan cara pengolahannya, diharapkan dengan resep ini si Kecil tetap lahap dan suka dengan menu makanannya.

 

Karena yakin setiap Bunda pasti peduli terhadap tumbuh kembang si Kecil yang maksimal, Sarihusada Generasi Mahardhika mempersembahkannya untuk para Bunda di seluruh Tanah Air, supaya Bunda tetap yakin bahwa si Kecil dengan alergi susu sapi dapat berkembang dengan maksimal dan berprestasi.

---



3 komentar:

  1. Kalau diikuti aturannya, alergi terhadap susu sapi bisa hilang ya Bun

    BalasHapus
  2. Wahh artikel bagus ini buat sinkecil yg alergi susu sapi.. lengkap infonya.. thank you yaa uda berbagi ❤️

    BalasHapus
  3. Wah ternyata kekurangan Fe bisa menimbulkan hal yang kurang baik bagi tumbuh kembang anak.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan