Multi Language at Early Age, perlukah?

"Are you a nurse?" Tanya Hafi.
"Nope. Why are you asking me like that?"
"Why are you wearing this? Are you a nurse?" Hafi bertanya kembali sambil menunjuk arm band putih di lengan baju kerja saya. Arm band putih bertuliskan "safety first" yang merupakan tanda komitmen terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di tempat saya bekerja.
"And why she's not wearing this one as you are?" Hafi menunjuk pada teman saya yang juga mengenakan seragam sama hanya saja dia telah melepaskan arm band-nya.
Hafi adalah anak sahabat saya yang tinggal di Doha. Usianya sekitar 5-6 tahun saat dia liburan tahun lalu di Indonesia. Tak henti-hentinya dia bertanya ini dan itu dengan Bahasa Inggris yang fasih, bahkan saat dalam perjalanan mengantar saya pulang pun tetap melontarkan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban kritis seputar hal yang dilihatnya selama perjalanan. Dan terus terang membuat saya malu.
Kenapa malu?
Yup, malu karena hingga usia emak-emak, saya belum punya kepercayaan diri untuk berbicara spontan dalam Bahasa Inggris tanpa sibuk berpikir tenses yang digunakan sudah betul apa tidak yak, spelling-nya salah ngga yak, dan lain-lain.
Hafi masih kanak-kanak, dan percaya diri menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari, serta spelling dan intonasinya pun enak sekali didengar.
Lain lagi dengan anak saya, Azka. Saya yakin sekali mempunyai kemampuan lebih dalam mengenal bahasa. Sejak kecil ternyata dia memahami bahasa yang kami gunakan sehari-hari: Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa Serang. Padahal kami awalnya menggunakan bahasa daerah untuk percakapan orang dewasa atau sifatnya rahasia untuk didengar anak kecil.
Azka juga sejak kecil menunjukkan ketertarikan terhadap Bahasa Inggris. Hanya saja saya selalu ragu untuk mengajarkan bahasa-bahasa lain selain Bahasa Indonesia karena ketakutan-ketakutan seperti anak akan kebingungan dengan banyaknya bahasa yang digunakan, akan speech delay dan bermacam-macam pikiran negatif lainnya.
Tapiii ... ,
Benarkah mengajarkan multilanguage atau banyak bahasa kepada anak-anak sejak usia dini akan menyebabkan anak mengalami speech delay?
Multilanguage usia dini akan menyebabkan anak susah fokus and kurang kemampuan sosialisasi?
Multilanguage usia dini akan menyebabkan anak bingung?
Kebetulan, saat Grand Opening English First Cilegon, minggu lalu, diadakan seminar parenting mengenai Multilanguge at Early Age. EF Cilegon menghadirkan seorang psikolog, Dra. Sugiarti, M.Kes, psikolog yang akrab dipanggil dengan Mbak Menuk.
Saya jadi penasaran, bagaimana multilanguage di usia dini dari pandangan psikologi. Apakah betul hal-hal yang selama ini saya khawatirkan?
Usia dini sendiri, atau early age menurut definisi dari UU Republik Indonesia ditujukan kepada anak-anak yang berusia 0-6 tahun.  Sedangkan di Amerika menurut NAEYC (National Association for Education of Young Children), anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun.
Anak usia 0-6 tahun mengalami perkembangan dalam hal perkembangan fisik, motorik, sosial, emosional, bahasa dan kemampuan kognitifnya. Sel-sel tubuh anak tumbuh dan berkembang dengan cepat termasuk perkembangan otaknya. Dipaparkan oleh Mbak Menuk, menurut hasil penelitian Osbora, White dan Bloom, perkembangan intelektual manusia pada usia 4 tahun sudah mencapai 50%, usia 8 tahun 80% dan usia 18 tahun bisa mencapai 100%.
Usia dini, yaitu usia sampai 6 atau 8 tahun, sering di-refer sebagai usia golden age. Dan golden age ini hanya terjadi sekali seumur hidup dan tidak akan berulang. Pada usia dini ini, anak-anak biasanya memiliki karakter sebagai berikut:
1. Memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar
2. Merupakan pribadi yang unik
3. Suka berfantasi dan berimajinasi
4. Menunjukkan sikap egosentris
5. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek.
Pada usia dini inilah menurut Mbak Menuk, justru merupakan masa yang potensial untuk belajar. Tetapi bukan berarti anak harus dijejali dengan berbagai macam pelajaran seperti halnya orang dewasa. Ada cara tertentu untuk mengoptimalkan golden age anak kita, tanpa harus membuat mereka menjadi stress.
Bagaimana mengoptimalkannya? Ya, tentunya yang paling utama adalah memberikan anak asupan nutrisi yang terbaik. Kemudian memastikan bayi dan anak berada dalam lingkungan aman dan nyaman, memberikan anak kita kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, perkenalkan dengan hal-hal yang baru, ajaklah anak berbicara dan bermain, serta membatasi televisi merupakan hal yang perlu dilakukan juga.
Hmmm, terus terang mendengarkan pemaparan Mbak Menuk, saya jadi teringat ketika anak-anak kecil. Berhubung emaknya doyan jalan dan cenderung cuek, saya terkadang membiarkan anak-anak mencoba hal-hal yang baru saat jalan. Misalkan membiarkan mereka menggunakan kartu lift, meng-encourage mereka membeli minuman sendiri di minimarket, atau sekedar say hello pada seorang wisatawan asing.
Sering mengajak anak berbicara pun ternyata bagus untuk merangsang kemampuan anak. Misalkan saat jalan, kita bisa ngoceh mengenai warna-warna yang ditemui dalam berbagai bahasa. Hihihi, dulu saya sering melakukannya. Hanya saja karena kurang tahu ilmunya ya kurang konsisten, jadinya tergantung mood.
Misalnya, saat di perjalanan kita melihat langit biru.
"Look at the sky!" Sambil nunjuk ke langit, "The Sky is blue. Blue."
Lain waktu saya bilang, "Sora wa aoi desu."
Hmmm, coba ya dulu saya konsisten ngoceh. Dulu, Azka banyak tahu kosakata dalam Bahasa Jepang juga, maklum waktu itu saya lagi belajar Bahasa Jepang juga. Duh, jadi menyesal deh mendengar pemaparan Mbak Menuk mengenai cara mengoptimalkan golden age anak. Coba dulu saya konsisten yak. Karena ternyata memberikan pengajaran multilanguage harus konsisten.
Lebih lanjut Mbak Menuk menjelaskan mengenai hubungan antara mempelajari bahasa asing dengan perkembangan otak anak. Jadi menurut beberapa studi atau penelitian ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil, yaitu:
Anak-anak yang mengikuti program bahasa asing cenderung menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dalam proses kognitif, kreativitas, dan divergent thinking dibandingkan anak yang monolingual.
Dalam beberapa studi juga menunjukkan bahwa anak-anak yang menguasai lebih dari satu bahasa memiliki score lebih baik dalam tes kemampuan verbal dan nonverbal.
Sedangkan sebuah riset di Kanada mengungkapkan bahwa orang bilingual mengalami penurunan kemampuan mental yang lebih lambat seiring bertambahnya usia.
Dari hasil studi di Kanada, India dan Hongkong, menyatakan bahwa penutur bilingual lebih mampu menghadapi gangguan perhatian.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa anak-anak lebih mudah belajar bahasa asing, sebab sebelum pubertas, daya pikir anak lebih lentur dan karena mereka akan lebih mudah belajar bahasa. Sebuah penelitian menggunakan teknologi brain imaging di UCLA melaporkan bahwa area pada otak yang mengatur kemampuan bahasa terlihat menunjukkan perkembangan paling pesat pada masa golden age.
Hmmm, tuh kan, ternyata multilanguage pada usia dini justru memberikan banyak keuntungan berdasarkan beberapa penelitian. Tapi tentu saja seperti yang disebutkan di atas, mengajarkan anak berbagai bahasa tidaklah seperti halnya mengajarkan bahasa pada usia dewasa. Setiap tingkatan usia memiliki kemampuan yang berbeda. Mengajar anak usia 3-6 tahun tentunya dilakukan dengan cara yang berbeda. Tidak mungkin kita berharap anak langsung bisa seperti yang jika harapkan. Mbak Menuk mencontohkan untuk bisa membaca dan menulis diawal mereka harus dilatih motorik halus dan kasarnya melalui memegang pensil, merobek kertas, mengikuti pola titik-titik, sampai akhirnya mereka mengenal huruf, kemudian mereka siap untuk membaca dan menulis. Nah, Mbak Menuk bilang, cara yang paling efektif mengajarkan bahasa pada anak usia dini adalah dengan metode bermain atau pendekatan kreatif lainnya, sehingga anak tidak merasa bosan.
Sebagai orang tua pun kita harus memberikan dukungan lingkungan. Artinya kita tidak perlu malu atau berkecil hati saat anak kita berbicara menggunakan bahasa asing di area publik dan jangan pedulikan orang lain yang mencibir, "ih sok pakai bahasa asing, Bahasa Indonesianya saja belum tentu betul."
Namanya orang, pasti ada saja yang seperti itu yak. Jadi jangan takut dibilang sombong atau sok menggunakan bahasa asing pada anak-anak. Mbak Menuk bilang, kita tinggal di Indonesia, jadi sudah pasti Bahasa Indonesia akan terus terasah.
Mbak Menuk juga menyarankan dalam memberikan pengajaran bahasa asing agar dibuat suasana yang santai dan kita sepenuh hati berkomunikasi dengan buah hati kita. Dengarkan pendapatnya meskipun dalam bahasa yang campur aduk. Jangan lupa beri pujian atau reward dan tanamkan rasa percaya diri.
Tambahan tips dari saya, cari tahu juga kesenangan anak dalam bidang apa. Misalkan Azka dan Aisya, mereka senang seni dan musik. Mereka mencari-cari lagu-lagu kesukaan mereka. Dari mendengarkan lagu-lagu tersebut kemampuan listening-nya juga akan terasah. Terkadang mereka menanyakan, "Bu, ini artinya apa?"
Tinggal kita pintar-pintar memberikan pengertian jika lirik-liriknya agak aneh. Contohnya, sekarang mereka lagi kesengsem lagu I Love The Shape of You. Saya kaget juga pas mendengarkan isi lagunya. Sampai saya bertanya:
"Kakak sama Ade tahu tidak artinya?"
"Iya don. Itu tuh sebetulnya, dia suka sama tubuhnya saja kan, Bu? Kan ngga bagus yak, itu hanya fisik. Bagusnya kan manusia itu dilihat dari soul-nya."
Ups! Ngga nyangka juga anak-anak bisa menyampaikan opininya seperti ini. Saya jelaskan juga akhirnya dengan bahasa yang bisa dimengerti. Memilih lagu yang sesuai dengan usianya mungkin akan lebih baik. Tapi terkadang namanya zaman digital seperti ini, ada saja yang tidak bisa terfilter.
Selain lagu, bisa juga menonton film-film anak-anak, dan text Indonesianya kita off. Ini juga untuk mengasah listening dan perbendaharaan kata-kata mereka. Azka dan Aisya mungkin masih perlu belajar meningkatkan kemampuan berbahasanya, tapi setidaknya
Kemudian bagaimana jika kita tidak punya kepercayaan diri untuk mengajarkan bahasa asing pada anak-anak? Atau misalkan tidak ada waktu karena kesibukan kita di pekerjaan? Kita bisa mencari partner yang tepat, misalnya tempat kursus Bahasa Inggris yang profesional.
Berbicara mengenai tempat kursus Bahasa Inggris, ada satu tempat yang saya suka sebetulnya, yaitu English First.
Saya mengenal English First sejak saya masih gadis. Awal saya bekerja di Cilegon, ada beberapa tempat kursus Bahasa Inggris yang pernah saya coba sebelum akhirnya berlabuh di EF, saat EF masih berada di Ruko Bonakarta.
Saya suka dengan pola pengajarannya yang tidak membosankan. Terkadang belajar tensis di kelas, di lain waktu nonton film dan kita diharuskan membuat sinopsis film dalam Bahasa Inggris, ataupun debat dan presentasi dalam Bahasa Inggris. Tiap pertemuan selalu menyenangkan dan membuat semangat.
Dan anak saya pun ternyata seperti saya, menyukai kursus di EF. Like mother, like daughter. Hahaha.
"Kenapa Kakak suka kursus di EF?"
"Hmmm, apa yak? Because I like it. Just it. Emang harus ada alasan?" Jawabannya itu doang. Hufh.
Tapi yang saya perhatikan, di EF, Azka diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk presentasi, diberikan kesempatan untuk mempraktekan dalam real life seperti misalnya outing membuat sushi, dan lainnya. Kenapa saya tahu? Karena kelas di EF dibuat dengan model kaca akuarium, sehingga orang tua bisa ikut mengamati kegiatan anak-anak di dalam kelas.
Oya, yang membuat saya terharu, pada saat kelulusan, anak-anak ditugaskan untuk project mini presentasi. Satu-satu mereka maju ke depan dan berbicara di depan semua orang tua murid mengenai diri mereka serta apa yang mereka suka dan mengapa mereka suka itu. Waktu itu Azka membawakan presentasi mengenai Coldplay. And you know? I was really surprised that she could talk in front of many people with fluent English without any mistake. I got really excited that time, oh, my little baby already grew up and she is a fans of Coldplay which I didn't know before that she likes that kind of music.

Sekilas Tentang English First

English First ini berdiri sejak tahun 1965 dan sudah memiliki lebih dari 500 sekolah dan kantor di seluruh Dunia. Awalnya merupakan travel company untuk pertukaran pelajar, tapi kemudian berkembang dalam pendidikan Bahasa Inggris.
Di Cilegon, EF mulai beroperasi pada tahun 2004, berlokasi di Ruko Bonakarta. Setelah itu EF pindah lokasi ke Mayofil Mall Cilegon dan minggu lalu, EF meresmikan tempat barunya di Cilegon Business Square dengan fasilitas yang lebih up to date, mengikuti perkembangan zaman.
Dalam opening ceremony minggu lalu, Mbak Agusta Rosariana - Center Director EF Cilegon, menyatakan bahwa ada beberapa fasilitas terbaru di EF yang merupakan latest technology.
Hadir juga dalam grand opening kantor baru EF Cilegon, Mr. Allan yang merupakan expatriate asal Amerika, yang dalam sambutannya berharap bahwa EF dapat membantu siswa-siswa Indonesia untuk mencapai impiannya, sesuai dengan misi EF yaitu "Opening the world thru education".
Dipaparkan juga bahwa fasilitas baru di EF Cilegon ini sudah merupakan latest technology dengan memanfaatkan digital technology seperti pembelajaran melalui smart TV yang interaktif dan penggunaan ipad di ruang belajar. Setiap siswa akan menggunakan ipad untuk pembelajarannya. Siswa juga diberikan password untuk bisa mengakses pembelajaran via online yang juga bisa dikerjakan di rumah atau di mana pun selama ada akses internet. Orang tua juga bisa memantau perkembangan siswa melalui aplikasi EF.
Selain fasilitas-fasilitas yang disebutkan di atas, EF Cilegon dilengkapi dengan fasilitas Chef Station untuk kegiatan life club. Jadi siswa akan mengaplikasikan hasil pembelajaran Bahasa Inggris dalam real life, salah satunya melalui kegiatan life club di Chef Station. Gedung baru, fasilitas baru, semangat belajar bertambah. Iya ngga sih?
Whuiiih, cocok nih buat Azka! Yuk ah cuuuzzz ke EF Cilegon, mumpung lagi ada promo discount. Denger-denger sih promonya diperpanjang. Jangan lupa, gedungnya sudah di Cilegon Business Square Pondok Cilegon Indah yak, bukan di Mayofil lagi.


Grand Opening New EF Cilegon, Komplek Ruko Cilegon Business Square

Grand Opening New EF Cilegon, Komplek Ruko Cilegon Business Square

Grand Opening New EF Cilegon, Komplek Ruko Cilegon Business Square

Mbak Agusta menunjukkan cara pemakaian fasilitas baru di EF (smart TV interaktif)

Press Release - Grand Opening New EF Cilegon, Komplek Ruko Cilegon Business Square

Seminar Parenting - Multi language at Early Age - Grand Opening New EF Cilegon

Seminar Parenting - Multi language at Early Age - Grand Opening New EF Cilegon

Anaknya lucu dan bikin gemes nih - Fashion show pada Grand Opening kantor baru  EF Cilegon

Cantik dan pintar bergaya - Fashion show pada Grand Opening kantor baru  EF Cilegon

Ini juga keren - Fashion show pada Grand Opening kantor baru  EF Cilegon

Suasana saat lomba Rangking-1 pada Grand Opening kantor baru  EF Cilegon

Hayooo, True or False? The 1st president of Indonesia is Ir. Soekarno?

Pembacaan soal Lomba Rangking-1 nya dibawakan langsung oleh Expatriate lho, lumayan sekalian belajar listening kan?

Berhubung sekarang tempatnya dekat dan lebih gampang diakses, si kakak jadi pengen les lagi - Placement Test EF


9 komentar:

  1. mau banget aku masukin anakku ke EF dan uda cita2 niatanku masukin anakku EF sblm masuk TK hahaha bkn ambisi sbg emak yg kurang mampu berbahasa inggris cmn pengalamanku membuktikan bhasa inggria uda spt bhsa indonesia yg wajib dipelajari. makasi sharingnya mb dari psikolog dan paparan lainnya mengenai multilanguage digolden age aku mantep bener dah bkn bwt gaya2an ah pasti ada aja yg mikirnya gto hempaskan y mba hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. Iya Mbak. Kemarin2 aku juga agak segen sih kalau Azka ngajak ngomong dlm bhs Inggris di public area. Tapi ternyata katanya kurang bagus juga..justru kita harus encourage dan ngasih environment yg baik. Heuuu..nyesel juga yak ngikutin rasa segen and malu takut dikata-katain. Hufh....

      Hapus
  2. Makasih mba..so inspiring..ak punya balita 2..hihihi..maaksih yaa

    BalasHapus
  3. sebagai orang yang memiliki kemampuan english yang pas-pasan, saya pengen banget anak saya jago english :)

    BalasHapus
  4. hooo, saya gak suka tuh org yg mencibir : sok keinggrisan kamu. loh, memangnya kenapa menggunakan bhs asing? bukan berarti gak suka sm bhs sendiri. Kl mnrt saya, lanjutin aja ngobrol dgn anak pake bahasa asing. emaknya belajar, anaknya belajar, semuanya hepi :)

    BalasHapus
  5. Mengajarkan bahasa inggris pada anak sejak usia yang dini memang sangat bagus. Apalagi sekarangnya memang penting banget bahasa inggris untuk pergaulan baik dalam sosial maupun dalam lingkungan kerja, hehehe...

    BalasHapus
  6. tergantung lihatnya gimana kalo menurutku.. kadang karena terlalu inggris jadi lupa bahasa ibu.

    aku sendiri bahasa inggris juga pas-pas an tapi pengen bisa bahasa inggris :(

    BalasHapus
  7. Well, akhirnya gue nemu insight baru disini hehe. Emang mengenalkan bahasa asing dari usia dini juga sangat diperlukan. Itu itu bertujuan agar ia tidak kaget atau sudah mulai terbiasa dengan beberapa istilah asing. Misal, yang biasanya ada di dalam video game.

    BalasHapus
  8. Jadi inget waktu main ke EF Kuningan City. Murid saya ada yg les di EF juga dan Alhamdulillah memang anaknya semangat belajar, sekarang ngoceh in English-nya pun lancar banget.

    Terkadang karena ledekan keminggris atau sok English ini yg bikin parents atau anak2 jadi malu to speak. Abaikan, our family is our rule.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan