Menaklukkan Si Varicella Zoster Bersama In Harmony Clinic

prevention is better then cure
Photoright: David Castillo, freedigitalphotos.net
Aduuh, gue pengen nangis nih, muka gua ancur begini, gatal lagi.  Seorang sahabat perempuan siang itu menuliskan pesan dan mengirimkan foto mukanya di group WhatsApp, yang langsung dikomentari oleh teman-teman yang lainnya.
Tidak cukup dengan hanya mem-posting foto muka yang penuh dengan bintil-bintil merah, dia pun mengirimkan foto punggung suaminya yang penuh dengan bintil yang serupa tapi lebih parah dan besar-besar. Hiiiy!!! Dijamin jika kamu melihat foto itu akan bergidik tak berhenti dan hilang nafsu makan.
Rupanya teman saya ini terkena cacar air yang ditularkan anaknya yang menderita cacar beberapa waktu lalu. Sekarang gue minta dirawat aja di rumah sakit. Ngga tahan, kepala cekot-cekot kayak mau pecah. Begitu bunyi pesan berikutnya, yang mengabarkan bahwa dia sudah tidak sanggup jika hanya dirawat di rumah.
Sakit cacar air kan ringan, kok bisa sampai dirawat sih?
Cacar air (chickenpox) memang ringan, tapi saat dia menyerang pada usia dewasa, efeknya cenderung lebih parah dan bisa menimbulkan komplikasi. Teman saya tadinya malu dirawat di rumah sakit gara-gara cacar air. Cemen banget sih! Begitu pikirnya. Tapi akhirnya setelah dia merasa ngga kuat dan mendengar bahwa bukan hanya dia yang dirawat gara-gara cacar air, dia pun dan suaminya mau masuk rumah sakit.
Saya jadi teringat saat Aisya terkena penyakit cacar air pada usia batita, dan bagaimana akhirnya saya menyadari bahwa prevention is better than cure.
Tapi, sebelum saya cerita mengenai Aisya, kita cari tahu dulu yuk penyebab penyakit yang satu ini beserta dampak yang mungkin bisa ditimbulkannya.
Apa Penyebab Cacar Air?
Biang kerok dari penyakit ini adalah sebangsa virus, yang bernama Varicella Zoster. Iiih, cantik yak namanya, tapi hasil perbuatannya tidak secantik namanya deh. Berhubung dia adalah sebangsa virus, ketika tubuh terkena serangannya, bisa menyebabkan panas tinggi, yang mana panas ini menandakan sistem imunitas tubuh sedang berperang melawan pasukan virus tersebut.
Virus Varicella Zoster ini mudah menular baik itu pada anak maupun pada orang dewasa. Penularannya bisa melalui udara ataupun jika kita melakukan kontak langsung dengan penderita.
Jangan Anggap Remeh Cacar Air
Sering kali kita menganggap remeh cacar air. Aaah, nanti juga sembuh sendiri, yang penting banyak makan dan istirahat. Hayooo, sering tidak bilang seperti ini saat mendengar ada yang terkena cacar air?
Jangan salah, dampaknya cukup mengerikan loh.
Jika terkena cacar air saat dewasa, kalau penanganannya tidak tepat bisa menimbulkan komplikasi, seperti peradangan otak atau ensefalitis.
Infeksi cacar air pada ibu hamil juga berbahaya karena bisa mempengaruhi janin yang dikandungnya. Jika tertular pada trisemester pertama bisa menimbulkan cacat lahir pada bayi mulai dari masalah kepala dan mata, berat badan bayi rendah atau keterbelakangan mental. Duh, jadi teringat adik saya yang sedang hamil tua. Beberapa bulan lalu sempat konsultasi bahwa dia sepertinya tertular cacar dari anaknya. Mudah-mudahan sih tidak ada yang serius dengan bayinya nanti. Aamiin.
Orang yang sudah pernah terkena cacar air, bukan berarti bisa bersenang-senang dan tenang. Pada kondisi imunitas sedang menurun, virus ini akan bangkit dalam bentuk lain yaitu Herpes Zoster. Jadi setelah infeksi cacar air hilang, beberapa virus Varicella Zoster akan tetap berada dalam sel syaraf kita, menunggu waktu yang tepat untuk muncul sebagai Herpes Zoster yang bisa menimbulkan penyakit cacar api atau cacar ular. Penyakit ini bisa menimbulkan rasa nyeri atau sakit yang parah, walaupun tidak sampai mengancam jiwa.
An Ounce of Prevention is Worth More Than a Million Pounds of Cure
prevention is better than cure
Senangnya melihat anak-anak yang ceria dan bersemangat, tumbuh dan berkembang tanpa gangguan penyakit.
Orang bilang pencegahan lebih baik daripada mengobati. Sebuah pendapat yang bijaksana. Kenapa? Kita memang keluar biaya untuk melakukan pencegahan (prevention), tetapi jika kita tidak melakukan pencegahan dan kita terkena penyakit, maka biaya yang kita keluarkan akan berlipat ganda. Percaya deh, tidak ada sesuatu pun yang sifatnya memperbaiki lebih menguntungkan daripada mencegah.
Seperti saya singgung di atas, Aisya pernah terserang penyakit cacar air pada saat usianya belum genap 2 tahun. Waktu itu, suhu badannya tinggi sekali sampai membuat saya was-was, ketakutan dia akan terkena kejang panas. Aisya yang biasanya ceria dan nafsu makannya banyak pun, saat itu menjadi lesu, lemah dan tidak mau makan. ASI pun yang biasanya dia lahap dengan semangat 45, saat itu ditolaknya mentah-mentah. Sedih ngga sih, melihatnya terbaring lemah dan rewel nangis melulu? Sedih banget deh, soalnya dia memang kategori yang tahan banting, alias jarang sakit. Mungkin karena pengaruh ASI exclusive itu ya, sehingga daya tahan tubuhnya lebih kuat dari kakaknya.
Beberapa hari kemudian, timbul bintik-bintik kemerahan yang berbentuk gelembung bening, mirip air yang terperangkap. Positif deh cacar air. Saya memang tidak langsung membawanya ke dokter saat Aisya panas, karena saya pikir kalau panasnya masih satu dua hari, dokter pun masih meraba-raba penyakitnya apa. Tapi tetap sih saya konsultasi dengan dokternya via telepon. Saat itu saya hanya memberinya obat persediaan penurun panas dan obat pilek untuk meringankan gejalanya sesuai dengan anjuran dokter.
Dari yang saya tahu cacar air adalah penyakit yang bisa sembuh sendiri. Tapi, melihat Aisya yang terus menerus ingin menggaruk kulitnya dan rewel walaupun panasnya sudah berkurang, akhirnya saya membawanya ke dokter supaya lebih tenang. Dokter hanya memberikannya lotion dan sabun mandi untuk mengurangi gatal-gatal.
Ngga dikasih obat, Dok?”
Ngga, gue kasih ini aja,” katanya sambil menulis resep, “yang penting Lu jaga asupan gizinya dan istirahat dia cukup. Lu tahu kan ini penyebabnya virus?” Dokter yang satu ini memang gayanya selalu elu gue, dan orangnya super ramah dan ramai.
Saya pun nyengir, “iya Dok, ngga perlu antibiotik yak kalau virus.”
“Tetep dimandikan ya itu si Aisya. Cacar air itu bukannya malah ngga mandi, salah itu! Justru harus bersih, supaya ngga kena infeksi lebih parah.”
“Iya, Dok,” saya pun manggut-manggut. Ternyata salah pendapat yang mengatakan kalau cacar air itu ngga boleh dibawa mandi. Masuk akal juga sih. Kalau kondisi kotor, malah akan mengundang kuman yang justru akan memperparah infeksi di kulitnya, belum lagi ditambah kena garuk kuku yang juga mungkin mengandung kotoran.
Setelah pulang dari dokter, hari-hari selanjutnya adalah sibuk mengurus Aisya yang sedang sakit. Sering saya kerepotan mencegahnya untuk tidak menggaruk kulit. Tidak lupa saya mengoleskan salep pada bekas bintil-bintil yang meninggalkan bekas kehitaman di kulitnya. Terpaksa telaten, satu demi satu diolesi, supaya tidak menimbulkan bekas di kulitnya. Duh, anak cewek nih, masa mukanya bopeng-bopeng bekas cacar air.
Selain terus membuat keadaan tubuhnya bersih, memberikan salep, sebisa mungkin saya menjauhkan Azka dari Aisya, untuk mencegah penularan. Tapi ya namanya anak-anak, walaupun sudah dicegah, masih saja suka mendekati adiknya dan bermain bersama. Sampai kemudian saya temukan satu bintil kemerahan kecil di mukanya yang putih.
Waduh, kena cacar air juga nih. Saya segera raba keningnya. Tidak panas sedikit pun. Beberapa hari lalu pun, rasanya Azka tidak panas. Saya pun membuka bajunya, siapa tahu ada bintil kemerahan juga di tubuhnya. Tidak ada satupun terlihat. Saya mulai menggerangi kakinya. Dia pun tertawa kegelian, disaat emaknya panik. Ada satu bintil kemerahan di dekat tumitnya.
Cacar air bukan yak? Saya jadi ragu. Tapi kalau melihat bentuknya sih mirip cacar air. Tapi kenapa ngga ada panas sedikitpun? Kenapa gejala-gejala yang biasa timbul pada penderita cacar air tidak muncul pada Azka? Kemungkinan ketularan dari adiknya? Mungkin sekali, melihat susahnya dia dipaksa pisah dengan adiknya.
Tapiii, setelah saya pikir-pikir memang ada yang beda antara Azka dan Aisya. Mungkin karena anak pertama, waktu itu saya suka was-was. Jadi semua imunisasi saya berikan untuk Azka, termasuk imunisasi tambahan seperti imunisasi MMR, Varicella, HiB, Influensa, disamping imunisasi wajib.
Sempat ragu juga untuk memberikan imunisasi-imunisasi tambahan ini, karena banyak yang bilang tidak aman, salah-salah virusnya malah nanti menyerang selaput otak, dan lain-lain. Tapi, entah kenapa saya pun mengikuti setiap jadwal yang diberikan dokter. Mungkin pada dasarnya, saya ini termasuk tipe orang penurut yang taat peraturan yak. Hahaha.
Begitu anak kedua, perlakuan saya lebih santai dan tidak seketat anak pertama. Jadi, ceritanya saya hanya memberikannya imunisasi wajib. Hiks, kalau dipikir, saya menyesal juga, kenapa dulu Aisya tidak mendapatkan imunisasi tambahan sebagaimana yang saya berikan untuk Azka. Duh, maafkan Bubu ya, Nak.
Imunisasi Varicella yang didapat Azka, ternyata mampu mengurangi keganasan virus Varicella Zoster yang menyerang tubuhnya. Wah, keren juga ternyata, walaupun kontak dengan penderita, virusnya tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menimbulkan dua bintik kecil. Di sinilah saya baru benar-benar menyadari pentingnya imunisasi tambahan.
Untuk vaksin-vaksin tambahan ini terkadang harus sedikit bersabar. Kita harus memesannya terlebih dahulu. Saat Azka mau di vaksin Varicella, kita memesan terlebih dahulu. Baru setelah vaksinnya datang, kita meluncur deh ke klinik kesehatan.
Oya, vaksin ini adalah vaksin hidup, sehingga harus diberikan pada saat tubuh dalam kondisi sehat. Ada efek sampingnya ngga yak? Namanya obat-obatan, pasti ada efek samping yang mungkin terjadi, walaupun tidak setiap individu merasakan efek ini. Biasanya efek samping yang mungkin timbul adalah nyeri pada bekas suntikan, demam, ruam ringan, kejang yang disebabkan oleh demam. Nah, saat Azka dulu diimunisasi varicella, efek samping yang saya perhatikan adalah demam ringan dan beberapa bintik kecil pada kulit. Tapi, katanya itu normal sih.
Ngomong-ngomong, katanya sekarang susah sekali mendapatkan vaksin ini. Tidak semua fasilitas kesehatan mempunyai vaksin Varicella Zoster. Hmmm, kalau kita menemukan kesulitan seperti ini, bisa coba dicek di Klinik Vaksin In Harmony. Mereka, demi layanan terhadap pasien, berusaha untuk memberikan yang terbaik seperti menyediakan vaksin Varicella yang susah didapat. Ayo kita taklukan bersama-sama si Varicella Zoster ini sebelum menimbulkan efek yang tidak kita inginkan.
Kita tidak tahu kapan cacar air akan menyerang. Bagaimana kalau seandainya si virus menyerang saat kita sedang hamil si buah hati? Dampaknya tentu akan lebih berat pada janin di dalam perut. So, an ounce of prevention is worth more than a million cure. Well, memang segala sesuatu kembali kepada Allah. Tapi, menurut saya, berupaya melakukan tindakan pencegahan penyakit merupakan wujud syukur kepada-Nya, dengan tidak menyia-nyiakan kesehatan pemberian-Nya.

13 komentar:

  1. Pencegahan untuk ibu hamil penting bngt ya mbak bahkan kalau bisa sebelum kehamilan

    BalasHapus
    Balasan
    1. ternyata kalau kena ke ibu hamil dampaknya mengerikan juga. Saya juga baru tahu nih, searching gara2 adik saya bilang anaknya kena cacar air dan sepertinya dia tertular. Padahal dia sedang hamil. Mudah-mudahan sih janinnya ga apa2.

      Hapus
  2. iya bener, pengalaman bbrp saudara yang kena air saat sudah dewasa malah lebih parah daripada cacar yang dialami saat anak-anak. setuju, lebih baik mencegah daripada mengobati ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya lebih parah ternyata. Beberapa waktu lalu teman sekantor ada yang kena juga. Aduuh, itu bintil2 cacarnya menakutkan juga. Kalau kata teman sih sakit kepalanya ngga nahan sama panas dingin.

      Hapus
  3. mba aku pernah kena cacar air lagi jaman kuliah, *udah tua banget kan* itu tuh rasanya sakit seminggu dan tiap malam kayak mau mati sangking pusing dan panas itu badan, masya Allah, horor pokoknya inget itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum tua banget...ada yang lebih tua lagi..hehe. Saya sih kena waktu kecil. Sebetulnya ada yang belum saya ceritakan. Jadi waktu kecil itu adik2 kena cacar, dokter bilang ke ortu kalau kalau saya kena cacar, kasih obat yang sama. Ternyata, saya alergi obatnya. Waktu itu dikasih antibiotik sebangsa tetrin. Timbul bintik2 di sekujur tubuh. Kayak gejala Steven Johnson Syndrom. Tapi untungnya ortu cepet tanggap, jadi ga sampai parah banget. Tapi tetap, yang saya ingat waktu itu saya dirawat dan perlu rawat jalan lebih dari 6 bulan.

      Hapus
  4. Hai mba leee..
    Waaa aku jadi deg2an niiih.. Kalau ahza kena cacar air gimana yaaa.. Semoga ga panik..
    Ahza juga ga aku kasih vaksin cacar. Hiks..
    Ternyata cacar bisa nyeremin juga yaa efeknya. Baru tau aku.
    Makasih ya sharenya.. Informatif banget. :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya juga baru tahu nih efeknya ternyata seperti ini. Tahu begini harusnya Aisya dari dulu di imunisasi yak. Semoga Ahza juga baik2 saya yaaa..

      Hapus
  5. Banyak yang bilang cacar air gak boleh mandi, demam juga. -,-

    BalasHapus
  6. Ini Awan (3,5y) baru aja kena cacar air, telat tahu jadi kasihan banget banyak luka -_-

    BalasHapus
  7. Wah, sedih juga ya kalo liat anak2 yg kena :( Katanya mbak, yg blm pernah kena cacar air itu bakalan pernah pasti sekali seumur hidupnya, bener ga sih atau cuma mitos? Aku dan sesaudaraan dari kecil ga pernah kena cacar air soalnya.. Thanks for sharing^^

    BalasHapus
  8. wah aku dulu sudah pernah kena cacar air, anakku yang bungsu belum pernah

    BalasHapus
  9. Mba, aku malah lupa apa aku udah pernah kena cacar air apa belum. Mau nanya sapa ya binggung. Hehehe

    BalasHapus

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan