Take Off Your Ego - Kisah dari Matahari Duo Carita

Hidup itu melelahkan! 

Akhir-akhir ini entah kenapa saya merasa tidak bersemangat, bosan, kehilangan motivasi dan merasa cepat lelah. Setiap hari berlalu dengan rutinitas yang sama. Bangun di pagi hari, bersiap berangkat kerja, beraktivitas di pabrik, pulang, beristirahat untuk bangun di pagi hari berikutnya. 
Bukannya saya kurang tamasya. Tak kurang setiap hari libur sengaja berkeliling, entah itu hanya sekedar icip kuliner, mencoba wahana permainan baru, ataupun pergi untuk mendapatkan Vit-Sea di Anyer. 
Ya, karena saya tinggal dekat dengan kawasan wisata Anyer, tidaklah begitu sulit buat saya untuk setiap hari menjelajah pantai. Saking seringnya ke pesisir pantai, ketika Azka ingin bertamasya ke pantai, saya menyambutnya dengan kurang antusias. Duh, pantai lagi. Apanya yang mau dilihat? 
"Turutin saja," kata Yangku, "kita mungkin setiap hari melihat laut, tapi kan anak-anak jarang." 
Saat weekend, kawasan Anyer selalu dipenuhi para wisatawan, terutama dari luar kota. Bus-bus besar tampak hilir mudik sejak dari Jalan Lingkar Selatan (JLS) Cilegon. Tak jarang kemacetan sering mewarnai perjalanan, apalagi, terutama ketika berbarengan dengan waktu pergi/pulang kerja pabrik di kawasan industri Anyer. 
Ya, sebelum sampai di sepanjang garis pantai wisata Anyer, kita harus terlebih dahulu melewati jalur kawasan industri yang dipenuhi oleh pabrik-pabrik seperti PT. Chandra Asri, PT. Asahimas Chemical, PT. NSI, PT. Dong Jin, PT. Lautan Otsuka, dan lainnya. 
"Ke pantai mana nih maunya?" Tanya saya. "Bagaimana kalau ke Mercusuar Anyer saja?" 
Saya pikir tempat yang lumayan menarik di Anyer salah satunya adalah Mercusuar Anyer. Selain menikmati deburan ombak, sekaligus belajar sejarah Titik Nol Kilometer Jalan Anyer- Panarukan dan melihat salah satu saksi letusan Gunung Krakatau 1858. 
"Jangan Mercusuar. Ngga ada pantainya," jawab Azka cemberut. "Maunya ke pantai yang ada pasir putihnya." 
Duh, di Anyer, jarang sekali ada pantai pasir putih. Kalaupun ada, pasti sudah penuh sesak dengan pengunjung. Iiih, malasnya! Apa bagusnya pantai yang penuh dengan lautan manusia? Saya agak kesal dengan Azka yang ngotot ingin ke pantai yang ada pasirnya. Kami sempat beradu mulut, yang saya tahu nantinya pasti akan saya sesali. 
"Pantai yang berpasir putih yang bagus paling Tanjung Lesung," omel saya. "Kalau ke Tanjung Lesung, lumayan jauh juga." 
"Jadi kita ke pantai mana, nih?" Tanya ayahnya anak-anak.
"Ngga tau, bingung," jawab saya ketus, masih kesal dengan amarahnya Azka. Azka pun terlihat cemberut, sama-sama tidak mau mengalah.
Akhirnya kami pun berkendara tanpa tujuan. Pantai demi pantai terlewati, Pantai Sambolo, Pantai Pasir Putih Florida, Pantai Karang Meong, Pantai Tawing, Pantai Karang Bolong. Tak satu pun menarik perhatian kami. Melewati Matahari carita, kami pun mulai galau. Cukup jauh perjalanan dari Cilegon, belum juga menemukan pantai yang cocok di hati. 
Saat tiba-tiba saya melihat kerumunan Pohon Ketapang. Batangnya yang menjulang tinggi, dengan dahan bertingkat-tingkat memanjang ke samping mirip bangunan Pagoda, dihiasi dengan daun-daun yang lebar berwarna hijau, kuning hingga kemerahan. Ah, damai rasanya melihatnya. 
Pohon Ketapang di pinggir pantai yang menarik hati
"Berhenti di sini, Ku!" 
Saya menekan tombol power window. Perlahan kaca pun bergerak turun. "Waaah, ini pantainya bagus juga," seru saya. 
"Tapi bukan pasir putih," Azka masih kecewa, marah. Dan saya pun tak mau mengalah.
Azka marah bersembunyi di ceruk Pohon Ketapang Matahari Duo Carita
Suasana pantai masih sepi. Matahari Duo Carita. Entahlah kenapa pantai ini diberi nama seperti itu. Pohon-pohon kelapa menjulang tinggi berjejer membentuk deretan lorong panjang sepanjang tepi pantai. Terlihat beberapa ibu-ibu membawa gendongan berisi barang jualan, ada juga nenek yang membawa tikar untuk disewakan kepada pengunjung.  
Duduk di tanggul pembatas pantai, menikmati hembusan angin laut, mendengar deburan ombak, tingginya langit membuat saya berpikir di mana ujung dunia. Terpikir pula apa yang telah saya lakukan, apa yang telah saya peroleh, dan semuanya seperti tiada habisnya. Sibuk mengejar waktu, terlena mengejar dunia dan kehilangan arah. 

Belajar Kehidupan dari Mang Jasria 

"Hayu, naek parahu keliling-keliling!" Tiba-tiba seorang pria dari arah laut mendekati kami menawarkan jasa keliling naik perahu. Logat Sundanya terasa kental dengan cengkok khas Pandeglang. 
"Heunteu Mang, budakna sieun buaya (Ngga Mang, anaknya takut ada buaya)," jawab ayahnya anak-anak dengan Bahasa Sunda yang dipaksakan. 
"Moal aya buaya di laut mah, Neng. Ayana di darat buaya mah (Ngga ada buaya kalau di laut. Buaya adanya di darat)," jawab si Mamang sambil ketawa. Aisya dan Azka mesem-mesem digodain si Mamang. 
Kehidupan nelayan di pinggir pantai
"Sabaraha keliling?
"10 ribu saurang, anak-anak 5 ribu," Si Mamang menyebutkan harga untuk keliling 10 ribu/orang dan anak-anak 5 ribu/orang. 
Saya melirik ayahnya anak-anak dan memberikan isyarat untuk menerima tawarannya. Toh ngga terlalu mahal, satu putaran Rp 30 ribu. 
"Gaduh budak sabaraha, Mang?" Si Ayah membuka pertanyaan menanyakan jumlah anaknya. Mendengar pilihan kata dan intonasi Bahasa Sundanya membuat saya tersenyum geli. 
Jasria namanya, tukang perahu tersebut. Dia bercerita mempunyai 4 orang anak perempuan. Yang paling besar sudah bekerja di daerah Tangerang, sedangkan yang paling kecil masih duduk di bangku SD. Mang Jasria pun bercerita mengenai sulitnya menyekolahkan anak-anaknya. Biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Belum lagi jarak tempuh sekolah yang lumayan jauh di daerah Labuan.
"Bukannya sekarang sekolah sudah gratis ya, Mang?" Tanya saya. Azka terlihat menyimak cerita Mang Jasria. 
"Lah, engga! Bayar. Masuk TK saja mahal. Kalau ngga punya ijazah TK, ngga bisa masuk SD." 
Lho? Saya bengong. Saya mendadak lupa ingat,  bahwa masuk SD harus mempunyai ijazah TK. 
"Yang enak mah guru TK," lanjut Mang Jasria. "Ada upacara kelulusan, anak-anaknya dikalungin ronce uang kertas seribuan. Semakin banyak uangnya yang dironce, semakin sohor (bangga maksudnya). Tandanya orang kaya.
"Uangnya dikasih ke siapa?" Azka penasaran. 
"Ya nanti buat gurunya," cerita Mang Jasria lagi dengan semangat.
“Mang Jasria ikutan juga bikin kalung ronce uang?”
"Ya, walaupun ngga punya duit, dipaksakan saja. Malu kalau ngga kasih saweran." 
"Alhamdulillah, anak saya yang besar sudah kerja. Lebih baik punya anak perempuan daripada laki-laki," lanjut Mang Jasria. 
"Bukannya enak punya anak laki-laki, Mang?" 
"Enak perempuan. Gampang cari kerja. Tetangga saya, anak laki-lakinya susah cari kerja, jadi pengangguran." 
Hmmm, ternyata itu pemikiran Mang Jasria. Di saat sebagian orang menginginkan anak lelaki sebagai penerus keluarga, dan belum puas jika belum mempunyai anak lelaki dan perempuan, Mang Jasria melihat sisi lain dari memiliki anak yang semuanya perempuan.

"Iya Mang, sama saja anak laki-laki dan perempuan. Masing-masing punya rejekinya sendiri-sendiri," sela saya sambil melirik ke ayahnya anak-anak. 
Pembicaraan pun terus berlanjut. Mang Jasria bercerita pula mengenai kemajuan yang terjadi di desanya, seperti pembangunan jalan, pembagian raskin yang selalu tepat waktu, dan lainnya. Dari ceritanya, tak terlihat sedikitpun keluh kesah kehidupan. Padahal kalau dilihat penghasilannya perhari dari jasa angkut perahu pun mungkin tak seberapa. 
Tak terasa satu putaran sudah mau habis. Mang Jasria memutar balik perahu ke arah pertama kali kami berangkat. Saya selipkan uang 50 ribu di lengannya. Mang Jasria pun berterima kasih. 
Pembicaraan dengan Mang Jasria, membuka pikiran saya, untuk menjalani hidup dengan tetap penuh semangat. Setiap rintangan sekecil apapun pasti ada jalan keluarnya. 
Traveling tidak hanya melulu mencari keindahan suatu tempat. Tapi traveling juga merupakan perjalanan mencari makna kehidupan. Bertemu dengan orang-orang baru, berbagi cerita, berbagi pengalaman hidup. Bagi saya pertemuan dengan orang-orang selama traveling bukanlah kebetulan, tetapi memang telah direncanakan secara indah oleh Tuhan sang Pencipta semesta alam, supaya kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran. 
Dalam menjalani kehidupan terkadang kita terlalu sibuk memperhatikan kehidupan orang lain dan lupa akan apa yang kita miliki. Tak jarang kita merasa tidak puas dengan pekerjaan kita, dengan penghasilan kita, bahkan bentuk fisik kita. Mengedepankan ego masing-masing, dan merasa benar sendiri. 
Setiap perjalanan, bagi saya selalu ada hikmah. Ketika kita merasa hidup kita feeling suffocated, Tuhan dengan caranya mempertemukan kita dengan orang-orang yang mungkin secara finansial di bawah kita, tetapi mereka tetap berjuang, bersemangat dan mensyukuri apa yang mereka punya. Atapun ketika kita merasa berada di atas, Tuhan mempertemukan kita dengan orang-orang yang mempunyai posisi dan kekayaan tetapi mempunyai sikap down to earth
Pun, saat ini, tak ada salahnya untuk mengalahkan ego saya, meminta maaf terlebih dahulu kepada Azka. Take off you ego!
"Bubu minta maaf ya, Ka. Sudah marah-marah sama Kaka," saya mengulurkan tangan pada Azka, menyesal telah memarahinya berkepanjangan. 
"Caca juga minta maaf, Bu." 
Azka kembali ceria
Ah, indahnya saling memahami. Itulah salah satu keuntungan melakukan traveling.  
Bertemu beragam orang dari latar belakang yang berbeda membuat kita bisa memahami perbedaan, dan tidak menjadi orang yang merasa benar sendiri, alias egois. Orang bilang those who do not travel just read only one page
Itulah kenapa saya suka traveling
Karena saya ingin menamatkan seluruh halaman. Banyak ragam kehidupan di sana yang menanti untuk dijelajah. 
Dan karena saya K-POP (dibaca tanpa P, alias kepo), ingin melihat apa yang belum pernah saya lihat. 
Pun juga traveling sekarang semakin mudah dengan banyaknya aplikasi pencarian tiket pesawat. Andalan saya adalah Skyscanner yang bisa membandingkan harga tiket pesawat dari ratusan situs, sehingga memungkinkan kita untuk mendapatkan harga termurah. 
"Siap traveling ke mana lagi kita, Ka? Ke Lombok? Katanya ada Pantai Pasir Merica, lho. Pasirnya mirip dengan butiran merica." 
Ingin melihat dunia dengan traveling with purpose
"Aku ingin ke London, Bu." 
"What? London? Tiketnya mahal kali, Ka?" 
"Coba aja pakai Skyscanner, Bu." 
Dan obrolan kami pun menjadi obrolan tak berujung, tentang mimpi dan harapan . . . 


20 komentar:

  1. Iya mba, saya pernah baca, sekarang kalau masuk SD paling ngga harus pernah ikut pendidikan usia dini satu tahun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya saya lupa...udah sekitar 5 thn lalu anak yang terkecil masuk SD, dan seingat saya ngga ada ditanya ijazah TK atau PAUD. Hihi..

      Hapus
  2. Kadang aku bosan juga ngubek-ubek pantai di Tuban. Bagiku gampang saja melihat suasana pantai, sampai bosan. Karena rumah dekat dengan pantai, belum kesana saja rasanya sudah terbayang. Kalau weekend pengen main-main pengennya ganti suasana, seperti di sawah, kebun dan gunung. Yang penting traveling dibikin happy deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener Mbak...kadang suka jenuh dengan yg itu-itu saja. Tapi ternyata perjalanan kali ini walaupun pantai lagi, ketika kita berinteraksi dengan orang-orang sekitar menjadi lebih menarik. Bisa memperkaya pemikiran kita dan lebih menikmati hidup ... Hahaha.

      Hapus
  3. Ihhh hunting fhoto Mbaknya kece-kece, awalnya berangkat kurang antusias ya? tapi photo membuktikan sebaliknya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener Mbak...xixi. Awalnya terkadang suka dikalahkan dengan persepsi dulu. Dalam benak udah kebayang ga menarik, dan lainnya. Sampai esmosi jiwa. Tapi ternyata ketika kita bisa melihat sesuatu lebih dekat apapun jadi berkesan. Walau hanya sebatas pohon ketapang...wkwk. Mungkin saya disuruh belajar supaya bisa menikmati hal sekecil apapun ... Wkwkwk.

      Hapus
  4. wah, serunya keliling beberapa pantai. kalau lihat pohon ketapang secantik itu, sha ikutan selfie juga dong mbak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pohon ketapang pas daunnya kuning kemerahan cakep banget. Apalagi kalau berjejer gitu ... Udah mirip kayak suasana musim gugur kyk e...wkwkwk, bikin hati adeeeem ...

      Hapus
  5. Aku bbrapa kali mau ke Anyer kok nggak jadi. Asik nih di tiup angin pantai. Hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo Mbak ke Anyer. Tapi kalau ke Anyer jangan pas long weekend. Deuuuh..muacetnya poll.

      Iya nih anginnya menggelebug ... Wkwkwkwk

      Hapus
  6. Gambar2nya bagus banget, apalagi yg terakhir itu deh.. mbaknya ga kepikiran kirim portfolio jadi model? Kan jaman sekarang jadi model ga perlu tinggi lagi. Setau aku rangorang eropa malah cari wece-wece asia yg eksotis katanya.. hehe

    Eniwei semoga nanti aku bisa traveling kayak mbak.. haha nabung dulu.. heheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk...blm berani akuu, haha .. tau diri akuuu #tutupmuka

      Traveling ga perlu jauh2 dulu kalau kata master backpacker Golagong, yang deket2 sekitar kita, amati dan tulis. Itu sih ajarannya beliau

      Hapus
  7. Saya sukaaaa ke pantai Kak..sekarang udah jarang, karena jauh dari Laut yg bersih hehehe. Laut punya auranya sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya..sebenernya aku juga suka dengan laut. Perasaan berasa lapaaang gituh, bhw ada rasa penasaran di mana letak ujung laut setiap memandang cakrawala dan langit yang luas tanpa batas.

      Hapus
  8. Bicara tentang pendidikan, aku selalu tertarik. Semestinya TK, sebagai lembaga pendidikan dasar bias menyederhanakan ijazah, jangan dijadikan syarat untuk masuk SD. menurut aku SD juga masih pendidikan yang sangat dasar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener Mbak. Terus terang saya pun terheran-heran denger ceritanya bahwa masuk SD harus ada ijazah TK. Menurut saya berasa beban sekali ya, karena ternyata dari ceritanya Bapak itu lumayan juga biayanya.

      Tapi dari caranya bercerita, ringan, mengalir seolah tanpa beban, demikian pun ketika Bapak ini bercerita mengenai fasilitas2 pemerintahan yang mulai meningkat, walaupun kata saya mah masih jauh juga. Wkwkwk. Ternyata harapan setiap orang itu tidak bisa disamakan ya Mbak.

      Hapus
  9. Kadang saya juga suka ngobrol dengan penduduk sekitar ketika jalan-jalan, Mbak. Sennag aja mendengarnya seperti membuka wawasan baru. Tapi saya miris banget ya dengan cerita ronce kalung itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak...seneng kalau bisa menambah wawasan seperti begini. Traveling pun jadi syarat makna. Bisa belajar kehidupan juga.

      Haha, mungkin kalung ronce itu sebetulnya gambaran dari keramah-tamahan bangsa kita kali yak. Sebagai rasa terima kasih gitu sepertinya.

      Hapus
  10. Terima kasih ya sudah ikutan Blog Competition "Aha Moments" Skyscanner Indonesia. Good luck :)

    BalasHapus
  11. Jejak. Terima kasih atas partisipasinya. :)

    BalasHapus

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan