Sembunyi di Balik Damkar KSA, Hari Ini 2 Tahun Lalu (Part-3)

traveling mina
Standy By dekat Jamarat
"Hajj! Hajj! La!" petugas di ujung jembatan Muasim yang berdekatan menuju pintu masuk jamarat lantai-3 berteriak-teriak mengusir jemaah yang bergerombol menunggu waktu dhuhur tiba. Jemaah bergeser sedikit ke pinggir, tapi tetap saja diusir petugas untuk segera memasuki jamarat padahal dhuhur pun belum tiba.
"Ssst, sembunyi tuh di pinggir damkar dan ambulance," ujarku sambil menarik suamiku menuju ke arah samping dari pintu terowongan. Jemaah lain digebah terus oleh petugas. Memang tidak boleh ada penumpukan di satu titik karena nanti bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
10 menit lagi menjelang dhuhur. Duuh, 10 menit yang lama karena harus kucing-kucingan dengan petugas. Beberapa jemaah mengikuti jejak kami berlindung di samping mobil pemadam kebakaran. Aduuh...petugas melihat ke arah para jemaah menghilang di balik mobil pemadam kebakaran. Tap! Tap! Tap! Langkah sepatunya terdengar menginjak concrete beton. Deg! Deg! Deg! Jantungku berdetak kencang.
Duh, gara-gara salah perhitungan waktu nih, aku membathin dalam hati. Terlalu cepat datang ke jamarat. Akhirnya begini, dikejar-kejar petugas.
***
traveling mina
Terowongan Muaisim
Sebagian besar jemaah sudah meninggalkan tenda di Mina pada hari ke-2 tasyrik, atau pada tanggal 12 dzulhijah setelah melontar jumrah ula, wustha dan aqabah. Suasana di tenda mulai kosong, hanya tinggal beberapa gelintir orang.
Makanan di dapur umum melimpah, jika kita mau dan ngga tahu malu, tinggal mendatangi dapur umum dan biasanya mereka di dapur umum dengan senang hati memberikan makanan dan minuman jus serta buah-buahan tambahan.
Kamar mandi umum pun tidak mesti berebutan seperti kemarin-kemarin. Mau mandi, mau ada hajat pun bebas merdeka. Tidur pun bisa pilih ditenda mana pun, karena betul-betul kosong. Jarang yang mau bertahan sampai hari ke-3 tasyrik untuk mengambil nafar akhir.
Mengapa? Hmmm...salah satu kesulitannya adalah kendaraan yang akan mengangkut jemaah dari Mina ke Mekkah. Pada hari-hari tasyrik, melontar jumrah dilakukan ba'da dhuhur. Sehingga ketika mengambil nafar akhir, kita harus memperhitungkan waktu, kalau tidak akan ketinggalan bis.
Terkadang jadwal bis tidak sesuai dengan waktu yang kita inginkan. Jika kita ingin melontar setelah jam 12 siang, tentunya akan susah jika bis jadwal berangkat jam 10 pagi. Duh, pusing juga. Gimana dong?
"Ya, udah paling jalan kaki pulang ke Mekkah. Jadi pas lempar jumrah sekalian bawa koper biar ngga bolak balik," kata suamiku. Untungnya untuk ke Armina ini kita cuma membawa 1 koper kecil yang bisa di seret.
traveling mina
Eskalator di dalam Muaisim
"Woi, kita ngga jadi bawa tas langsung saat lontar jumrah," Pak Jaksa yang satu rombongan dengan kita tiba tiba menyeruak tirai tenda, "Ketua Kloter bilang, setelah negosiasi akhirnya bis mau nunggu sampai jam 2 siang," lanjutnya lagi. Alhamdulillah...
Ada beberapa jemaah dari kloter kita yang masih menunggu untuk melontar pada hari ke-3 tasyrik, termasuk ketua kloter. Mungkin ketua kloter bernegosiasi supaya bis dapat menunggu setelah dhuhur. 
Hmmm...berarti sekarang tinggal mengatur strategi untuk menuju dan kembali dari jamarat. Seadainya pergi setelah dhuhur pastinya tidak akan keburu. Paling cepat sekitar 45 menit-1 jam sekali jalan melalui terowongan Muasim, itupun jika kondisi tidak terlalu banyak jemaah. Alternatif lain pergi sebelum dhuhur. Tetapi jika terlalu awal juga menunggu ke waktu dhuhur kelamaan. Biasanya untuk menghindari penumpukan, jemaah tidak boleh berdiam berlama-lama. Para petugas sudah siap siaga untuk menghalau jemaah yang berhenti.
"Harus perhitungkan waktu dong ya, bagaimana caranya supaya tiba di sana mendekati dhuhur," gumamku, "kira-kira berangkat jam berapa ya enaknya?"
1 jam sebelum dhuhur kami bersiap-siap berangkat. "Yuk ayah cepetan!"
Suasana jalanan dekat mesjid Kuwait tidak seramai hari kemarin. Teriknya matahari menyengat wajah, tapi tak menyurutkan langkah para jemaah haji menuju terowongan Muasim. Jajaran bukit batu berdiri coklat kekuningan di sepanjang perjalanan menuju terowongan. Kupasang masker kain menutupi mulut dan hidungku dari terpaan debu dan pasir gurun.
traveling mina
Di antara terowongan
Mendekati terowongan, jemaah harus berbelok ke kanan terlebih dahulu menyusuri pagar kawat pembatas tinggi sebelum masuk jalur terowongan. Sepertinya sengaja dibuat seperti ini agar tidak terjadi penumpukan di mulut terowongan.
Tangki silinder air zamzam berderet di beberapa tempat. Terlihat beberapa jemaah yang mengisi botol minumannya untuk persiapan haus di tengah perjalanan. Ada beberapa jemaah yang juga langsung minum dari keran air zamzam tersebut. Ya, begitu masuk terowongan tidak ada lagi tangki air zamzam, jadi kita harus isi botol minum di sini untuk antisipasi.
Terlihat remaja paruh baya menjajakan es krim di mangkuk-mangkuk plastik kecil. Duh, es krim ditengah siang hari bolong seperti ini membuat tenggorokan naik turun ingin menikmati rasa dinginnya. Warnanya yang kuning terang dan topping whipping cream putihnya membuat mata melirik sampai ke belakang. Glek! Enak banget sih penampakannya. Ah, pulangnya harus beli!
Dari arah Mina, terdapat 2 pintu terowongan besar. 1 terowongan masuk dan 1 terowongan keluar. Jalur masuk dan keluar sengaja didesign terpisah untuk menghindari terjadinya bentrokan arus yang pernah menimbulkan tragedi meninggalnya ribuan jemaah haji tahun 90 an.
Arab Saudi sebagai penjaga 2 kota suci telah begitu banyak melakukan perbaikan fasilitas haji yang dapat mengakomodir jutaan jemaah setiap tahunnya. Tidak terbayang, bagaimana mereka mengalirkan atau mendistribusikan air zamzam dari Mekkah menuju Mina, sehingga di padang gersang ini banyak tangki silender yang mengucurkan air zamzam tiada henti.
traveling mina
Blower besar
Memasuki terowongan Muasim, rasa kagum menyeruak di relung hati. Allah telah mangajarkan manusia teknologi canggih untuk menerobos bukit batu sehingga bisa menjadi terowongan sebesar dan sepanjang ini. Manusia saja sudah begitu kerennya menghasilkan masterpiece seperti ini, bagaimana dengan pencipta manusia sendiri? Sudah pasti Maha Segalanya.
Lorong panjang di hadapanku seolah tiada berujung, tapi aku yakin jika berjalan terus akan ada secercah cahaya matahari di ujung sana. Langit-langit batu setengah lingkaran di atas kepala berhiaskan blower besar dan lampu di beberapa titik.
Whus...whus..hembusan angin dari blower besar di atas kepala membantu mendinginkan suhu badan. Suara motor blower menderu-deru memekak telinga. Jemaah yang berfisik kuat berjalan teratur di pinggir kanan kiri eskalator berjalan, sedangkan yang kelelahan memanfaatkan eskalator yang terbentang panjang di tengah terowongan. Hanya tinggal berdiri dan biarkan eskalator membawa kita ke ujung terowongan. Tiap jarak tertentu eskalator terputus untuk memberikan kesempatan bagi jemaah yang ingin keluar dan masuk eskalator.
Sungguh, adanya eskalator membuat nyaman para jemaah. Tetapi jalan kaki lebih cepat dibanding eskalator. Terlihat beberapa jemaah yang buru-buru memilih menggunakan jalur jalan kaki dan jalur kecil di pinggir terowongan. Ya! Walaupun nyaman, berjalan di lorong yang seolah tanpa ujung sedikit ada perasaan ingin segera mencapai terowongan di ujung sana.
Semangat menjadi berlipat begitu melihat secercah sinar matahari di kejauhan, tanda ujung terowongan sudah dekat. 15 menit menit menuju dhuhur. Ah, masih cukup lama untuk menunggu. Jemaah hari ke-3 tasyrik tidak sebegitu banyak kemarin-kemarin, sehingga perjalanan melalui terowongan lebih lancar dari prediksi. Terlihat diantara jemaah yang bergerak beberapa membawa tas, sepertinya mereka langsung menuju Mekkah setelah selesai lontar jumrah.
traveling mina
Menunggu atau Kelelahan?
Nunggu di mana ya? Kalau menunggu di jamarat sudah pasti akan langsung di usir, ngga bakal nyampe 1 menit pun sudah harus bergerak.
Kita pun terdampar di sebelah truk damkar dekat pintu masuk jamarat, bersembunyi dari kejaran petugas. Yang pada akhirnya tetap ketahuan dan kena usir.
Ketika orang-orang bersungut-sungut meninggalkan truk damkar, maka sudut mataku menemukan persembunyian yang lain. Di belakang truk masih ada tempat yang agak tersembunyi. Salah satu petugas berkulit hitam dari ruangan yang terletak tak jauh dari truk-truk itu tersenyum melihat kelakuan kami, duduk jongkok di belakang truk. Tapi tetap saja ketahuan. Aduh tinggal beberapa menit menjelang dhuhur. Dengan terpaksa kami berjalan menuju jamarat dengan perlahan. Tetapi sebelum memasuki jamarat kami melihat turunan di sebelah kiri jalan. Tak jauh dari situ ada sebuah gedung seperti hotel. Tak lama terlihat beberapa orang keluar dari gedung itu dan menaiki kendaraan seperti mobil yang dipakai ditempat golf.
traveling mina
Dari Balik Pagar Kawat
"Eh, kita turun ke bawah sana aja. Nunggu di sana." Aku berbelok turun ke arah bangunan gedung itu. Tetapi baru beranjak beberapa langkah, terlihat cerukan yang merupakan bagian dari terowongan. Aku melirik ke dalamnya. Banyak juga orang-orang yang beristirahat di dalamnya. Kebanyakan berkulit gelap, entahlah apa mereka ini jemaah haji yang tidak mempunyai tenda atau sedang menunggu waktu dhuhur seperti kami.
Adapun bangunan seperti hotel itu sebetulnya memang hotel, dan berisikan orang-orang penting, minimal orang berduit. Terlihat dari dekatnya hotel dengan jamarat. Bahkan walaupun sudah dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki, tetap ada fasilitas mobil pengantat ke atas. Sayang waktu kami sebentar lagi, kami sholat dhuhur di samping pagar hotel. Terlihat beberapa jemaah wanita India juga sholat di dekat kami.
Melontar jumrah hari terakhir berjalan lancar walaupun harus kucing-kucingan terlebih dahulu. Sebetulnya apa yang dilakukan petugas sudah betul, tidak memperbolehkan adanya penumpukan orang yang akan mengganggu kelancaran lontar jumrah. Tetapi terkadang sebagian besar dari kita malah mengomel-ngomel terhadap petugas-petugas ini yang telah berupaya keras untuk melancarkan perhelatan besar yang dilaksanakan 1 tahun sekali pada bulan haji. Padahal tugas mereka berat. Pemerintah Arab sendiri telah melakukan berbagai perbaikan untuk menyambut tamu-tamu Allah. Terowongan panjang dibuat senyaman mungkin. Air zamzam dialirkan ke area gersang ini. Belum lagi sistem pengaturan keluar masuk jemaah melalui jamarat. Kondisi tugu jamarat yang lebar dan dibuat beberapa tingkat memungkinkan jemaah melontar jumrah dengan nyaman. Dan penjaga 2 kota suci itu adalah Arab Saudi, negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar. Silahkan tinggalkan jejak, ya.

Follow my media social for any update of articles
Twitter: @mandalagiri_ID
Instagram: mandalagiri_ID

 

Ads

Followers

Ads

Warung Blogger

Hijab Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Ads

IDCorner

ID Corners

Fun Blogging

Fun Blogging

Blogger Perempuan Network

Blogger Perempuan